Emangnya Siapa Peduli Jasa Perawat ?
Foto: Syaifoel Hardy (tengah) |
Terlepas dari bagaimana hasil penyidikan kasus ini hingga digiring nanti di pengadilan, perawat, sebagai profesi kesehatan, sempat ‘terusik’.
Puluhan ribu yang ‘berteriak’ di media sosial menyuarakan keadilan bagi perawat. Mereka menuntut perlindungan, kesetaraan dan perlakuan yang sama di mata hukum. Ribuan pula yang menggalang dana guna membantu tersangka, ZA. ZA, pria 30 tahun asal Sidoarjo Jawa Timur ini, kini sedang diproses secara hukum.
Pekan ini, rating Perawat Indonesia meningkat pesat. Perawat menjadi sorotan publik, media, praktisi hukum hingga pemerintah. Pekan ini, perawat, yang di mata masyarakat selama ini dianggap ‘terpinggirkan’ posisinya, beteriak lantang.
Puluhan ribu yang ‘berteriak’ di media sosial menyuarakan keadilan bagi perawat. Mereka menuntut perlindungan, kesetaraan dan perlakuan yang sama di mata hukum. Ribuan pula yang menggalang dana guna membantu tersangka, ZA. ZA, pria 30 tahun asal Sidoarjo Jawa Timur ini, kini sedang diproses secara hukum.
Pekan ini, rating Perawat Indonesia meningkat pesat. Perawat menjadi sorotan publik, media, praktisi hukum hingga pemerintah. Pekan ini, perawat, yang di mata masyarakat selama ini dianggap ‘terpinggirkan’ posisinya, beteriak lantang.
Dari segi ekonomi, rata-rata penghasilan perawat Indonesia Rp 4.4 juta per bulan (Indeed.com,2018). Masih jauh di bawah 5 negara yang memberi gaji tertinggi pada perawat (USA 73 juta, Norwegia 69 juta, Kanada 49 juta, Australia 60 juta dan Inggris 34 juta). Meski dibayar rendah, bahkan tidak sedikit yang tidak dibayarpun, perawat kita bersedia mengabdi. Itulah kemuliaan perawat Indonesia.
Tapi, siapa mau peduli?
Tapi, siapa mau peduli?
Menurut Tempo (April, 2017) Perawat Indonesia masih dianggap profesi kelas dua. Dari kacamata sosial, posisi ini tentu merugikan perawat.
Asumsi masyarakat terhadap perawat kita sebagai pembantu profesi kesehatan lain, masih sangat erat melekat. Ironisnya, minat masyarakat memasuki profesi ini masih tergolong besar. Walaupun, kemampuan Pemerintah menyerap jebolan pendidikan keparawatan hanya mencapai 10%.
Adalah bisa dimengerti, jika anggota profesi keperawatan ini belum banyak dilirik oleh politisi, karena dari uraian di atas, perawat terkesan murah, miskin dan tidak memiliki bargaining power dalam kekuasaan.
Memang, mulai ada gejala bangkitnya kesadaran praktisi profesi keperawatan untuk memasuki dunia poltik. Hanya saja jumlahnya masih sedikit.
Bila saja politisi Jawa Timur khususnya, Indonesia pada umumnya, menggulirkan keberpihakan pada kasus ZA ini lewat media, dengan memberikan dukungan pada perawat, dijamin, animo mereka naik tajam. Bisa dipastikan, perawat akan memberikan suaranya.
Contoh konkritnya adalah pemilihan Calon Gubernur Jatim yang sedang marak saat ini. Mestinya, bisa dimanfaatkan, apabila ingin mendapatkan suara lebih dari perawat. Setidaknya, lebih dari 300.000 perawat dan mahasiswa keperawatan di Jawa Timur bakal mendukungnya. Sebuah jumlah yang cukup signifikan untuk level Pilkada.
Masyarakat belum sadar, bahwa jasa perawat bagi negeri ini sangat besar. Dari tingkat desa hingga nasional dan internasional.
Tapi siapa peduli?
Dalam layanan kesehatan tingkat dasar, perawatlah yang menjadi ujung tombak. Tidak sedikit perawat yang kerjanya merangkap (dokter, farmasi, teknisi laborat, gizi, teknisi elektronik, hingga tukang bersih-bersih). Klinik, Puskesmas, hingga RS, barangkali bisa saja kekurangan tenaga kesehatan lain. Tetapi jangan sampai kekurangan perawat.
Perawat rata-rata dituntut oleh mereka untuk mampu melakukan pekerjaan profesi kesehatan lain dengan segala keterbatasannya. Sedangkan tenaga kesehatan lain, mungkin ada, siapa yang bersedia memandikan dan mengurus kebersihan pasien?
Siapa peduli?
Inilah yang harus disadari oleh masyarakat. Bahwa pekerjaan perawat itu tidak mudah.
Di luar negeri, peran perawat kita juga tidak kecil. Perawat kita bukan mencari duit semata. Perawat kita di luar negeri bukan sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT).
Perawatlah satu-satunya profesi kesehatan yang terbesar jumlahnya di negeri ini, yang memberikan bantuan devisa kepada negeri ini. Perawat membawa harum nama bangsa di dunia internasional. Perawat yang bekerja di lima benua (Amerika, Australia, Eropa, Afrika dan Asia), sekaligus menjadi duta bangsa sebagai cermin, inilah wajah Indonesia di mata mereka.
Asumsi masyarakat terhadap perawat kita sebagai pembantu profesi kesehatan lain, masih sangat erat melekat. Ironisnya, minat masyarakat memasuki profesi ini masih tergolong besar. Walaupun, kemampuan Pemerintah menyerap jebolan pendidikan keparawatan hanya mencapai 10%.
Adalah bisa dimengerti, jika anggota profesi keperawatan ini belum banyak dilirik oleh politisi, karena dari uraian di atas, perawat terkesan murah, miskin dan tidak memiliki bargaining power dalam kekuasaan.
Memang, mulai ada gejala bangkitnya kesadaran praktisi profesi keperawatan untuk memasuki dunia poltik. Hanya saja jumlahnya masih sedikit.
Bila saja politisi Jawa Timur khususnya, Indonesia pada umumnya, menggulirkan keberpihakan pada kasus ZA ini lewat media, dengan memberikan dukungan pada perawat, dijamin, animo mereka naik tajam. Bisa dipastikan, perawat akan memberikan suaranya.
Contoh konkritnya adalah pemilihan Calon Gubernur Jatim yang sedang marak saat ini. Mestinya, bisa dimanfaatkan, apabila ingin mendapatkan suara lebih dari perawat. Setidaknya, lebih dari 300.000 perawat dan mahasiswa keperawatan di Jawa Timur bakal mendukungnya. Sebuah jumlah yang cukup signifikan untuk level Pilkada.
Masyarakat belum sadar, bahwa jasa perawat bagi negeri ini sangat besar. Dari tingkat desa hingga nasional dan internasional.
Tapi siapa peduli?
Dalam layanan kesehatan tingkat dasar, perawatlah yang menjadi ujung tombak. Tidak sedikit perawat yang kerjanya merangkap (dokter, farmasi, teknisi laborat, gizi, teknisi elektronik, hingga tukang bersih-bersih). Klinik, Puskesmas, hingga RS, barangkali bisa saja kekurangan tenaga kesehatan lain. Tetapi jangan sampai kekurangan perawat.
Perawat rata-rata dituntut oleh mereka untuk mampu melakukan pekerjaan profesi kesehatan lain dengan segala keterbatasannya. Sedangkan tenaga kesehatan lain, mungkin ada, siapa yang bersedia memandikan dan mengurus kebersihan pasien?
Siapa peduli?
Inilah yang harus disadari oleh masyarakat. Bahwa pekerjaan perawat itu tidak mudah.
Di luar negeri, peran perawat kita juga tidak kecil. Perawat kita bukan mencari duit semata. Perawat kita di luar negeri bukan sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT).
Perawatlah satu-satunya profesi kesehatan yang terbesar jumlahnya di negeri ini, yang memberikan bantuan devisa kepada negeri ini. Perawat membawa harum nama bangsa di dunia internasional. Perawat yang bekerja di lima benua (Amerika, Australia, Eropa, Afrika dan Asia), sekaligus menjadi duta bangsa sebagai cermin, inilah wajah Indonesia di mata mereka.
Perawat, ada yang bergabung dengan pasukan keamanan PBB. Perawat kita kita ikut bertugas di meda perang, menjada keamanan di beberapa negara yang dilanda konflik. Perawat kita, ada yang mendapatkan penghargaan Diaspora Award yang tidak dikantongi oleh profesi kesehatan lain di negeri ini.
Tapi, siapa yang peduli?
Prestasi perawat Indonesia jarang menjadi sorotan media. Saat ada kesalahan saja perawat kita diberitakan. Tidak seperti negara-negara tetangga, di mana profesi ini cukup mendapatkan tempat. Konsil Keperawatan adalah buktinya.
India merdeka tahun 1947, 2 tahun di bawah kita, tapi Indian Nursing Council lahir tahun 1949. Kita? Tergolong amat lamban direalisasikannya. Inilah yang membuat posisi perawat kita sangat lemah.
Ada masanya, perawat Indonesia bangkit. Issue pelecehan seksual ZA, tersangka kasus tersebut, boleh jadi moment yang tepat bagi perawat Indonesia agar dikenal lebih dekat, oleh masyarakat luas. Bahwa perawat, tidak seperti apa yang selama ini mereka sangka.
Semut, sekecil apapun, menggigit, manakala diinjak. Perawat, meskipun gaji sedikit, bakal mampu berteriak, jika dihina.
Penulis: Syaifoel Hardy
Sumber: Suara perawat
Tapi, siapa yang peduli?
Prestasi perawat Indonesia jarang menjadi sorotan media. Saat ada kesalahan saja perawat kita diberitakan. Tidak seperti negara-negara tetangga, di mana profesi ini cukup mendapatkan tempat. Konsil Keperawatan adalah buktinya.
India merdeka tahun 1947, 2 tahun di bawah kita, tapi Indian Nursing Council lahir tahun 1949. Kita? Tergolong amat lamban direalisasikannya. Inilah yang membuat posisi perawat kita sangat lemah.
Ada masanya, perawat Indonesia bangkit. Issue pelecehan seksual ZA, tersangka kasus tersebut, boleh jadi moment yang tepat bagi perawat Indonesia agar dikenal lebih dekat, oleh masyarakat luas. Bahwa perawat, tidak seperti apa yang selama ini mereka sangka.
Semut, sekecil apapun, menggigit, manakala diinjak. Perawat, meskipun gaji sedikit, bakal mampu berteriak, jika dihina.
Penulis: Syaifoel Hardy
Sumber: Suara perawat
Komentar Anda